Assalamu'alaikum ww.
Salam "Smantika"
Pengembangan
kurikulum untuk kedepannya lebih menitik beratkan pada pencapaian kompetensi
yang hendahnya dikuasai siswa antara lain; Kemampuan
berkomunikasi, Kemampuan berpikir jernih dan kritis, Kemampuan
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan, Kemampuan menjadi warga
negara yang efektif, Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap
pandangan yang berbeda, Kemampuan hidup dalam masyarakat yang
mengglobal, Memiliki minat luas mengenai hidup, Memiliki kesiapan
untuk bekerja, dan Memiliki kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya.
Kompetensi
umum lainnya untuk menghadapi tantangan global menurut hemat saya antara lain
adalah; 1. Kemampuan siswa berbahasa Inggris yang mencakup berbicara,
mendengar, dan menuliskannya, 2. Kemampuan menguasai TIK yang seharusnya
melekat pada semua mata pelajaran, dan 3. Kemampuan berkomunikasi lisan
dan tulisan, 4. Kemampuan menjadi seorang pembelajar dengan mengembangkan bakat
dan minat. Dalam
draf kurikulum baru 2013 yang terdapat perubahan sistem adanya mata pelejaran
wajib dan mata pelajaran pilihan, ini merupakan penyaluran hak belajar siswa
sesuai dengan bakat dan minat walaupun masih pada tingkat SLTA. Hal ini
tentu merupakan implementasi dari konsep bersama bahwa pendidikan dasar itu
bagi kita diselenggarakan selama 9 tahun yang harus disamakan bagi seluruh
Peserta Didik. Suka tidak suka, mau tidak mau seorang peserta didik walau dia
tidak berbakat untuk satu atau beberapa mata pelajaran, mereka harus mengikuti
sebagai tingkat pengenalan mata pelajaran tersebut. Titik
berat pekerjaan Pendidik adalah menjadikan Peserta Didik seorang pembelajar.
Bagaimana memberikan pemahaman bahwa pendidikan itu sepanjang hayat, dan
belajar itu dapat dimana saja, kapan saja, dan pada siapa saja, serta dari apa
saja. Untuk mencapai itu sekolah perlu mengembangkan budaya lingkungan
pembelajar, dimana para pendidik juga mencontohkan sebagai seorang pembelajar,
sebab ilmu pengetahuan itu setiap saat berubah dan berkembang. Dunia pendidikan di negeri ini belum lepas dari
sengkarut persoalan. Ketika kualitas pendidikan kita jauh tertinggal jika
dibandingkan dengan negara-negara lain, pemerintah justru gemar membuat
kebijakan tanpa arah yang jelas. Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai penanggung jawab pendidikan di Indonesia masih
saja mengumbar ketidakpastian. Terakhir, mereka ngotot untuk
menerapkan kurikulum baru mulai Juli 2013 kendati badai kritik datang
menerjang. Kurikulum anyar itu di satu pihak bakal mengurangi jumlah
mata pelajaran, tetapi di lain pihak menambah jam belajar. Untuk SD, mata pelajaran
dari 10 dipangkas menjadi enam, yaitu matematika, bahasa Indonesia, pendidikan
kewarganegaraan, agama, olahraga, dan seni.Untuk SMP, jumlahnya dikurangi dua
dari 12 mata pelajaran sehingga siswa cukup menekuni pendidikan agama,
matematika, bahasa Indonesia, pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, bahasa
Inggris, IPA, IPS, olahraga, seni budaya, serta prakarya .Pendidikan memang wajib mengikuti perkembangan zaman.
Kurikulum baru pun, tegas Mendikbud M Nuh, dirancang untuk menyiapkan generasi
sesuai dengan zamannya. Yang jadi soal, dalih itu pula yang selalu dicuatkan
mendikbud-mendikbud sebelumnya untuk merombak kurikulum.Semua alasan menteri
itu hanya menunjukkan tidak ada blue print, tidak ada grand
design ke mana pendidikan kita dibawa. Kurikulum kerap berubah ketika menteri pendidikan berganti.
Dalam kurun 28 tahun terakhir saja, setidaknya sudah tiga kali kurikulum
diganti. Pada 1984, pendidikan menganut model cara belajar siswa aktif, pada
2004 dengan kurikulum berbasis kompetensi, dan dua tahun kemudian berganti
menjadi kurikulum tingkat satuan pendidikan. Begitulah, pendidikan dikelola
sesuai dengan selera mereka yang berkuasa. Sepertinya tidak ada yang bagus dari
kebijakan bikinan pejabat sebelumnya sehingga mesti dirombak. Tidak ada jaminan
sebuah kurikulum akan bertahan lima tahun, 10 tahun, apalagi 50 tahun ke depan.
Alhasil, pendidikan di Republik ini tidak punya arah yang pasti. Kurikulum 2013 amat minim dipahami guru, apalagi publik. Cuma
ada waktu sekitar enam bulan untuk sosialisasi kepada sekitar 3 juta guru
dengan kemampuan yang sangat beragam. Kurikulum 2013 pun dinilai hanya fokus
kepada materi ajar, sementara aspek pedagogis atau metode pengajaran tidak
tersentuh. Metode mengajar masih satu arah dari guru ke murid. Toh, pemerintah
abai dengan seabrek persoalan tersebut. Bagi yang berkuasa, kurikulum 2013
ialah harga mati. Desakan agar pelaksanaan kurikulum itu ditunda atau bahkan
dibatalkan ibarat melawan angin. Kurikulum yang dipaksakan hanya akan membuahkan kebingungan
di kalangan guru sebagai pelaksana di lapangan. Para pahlawan tanpa tanda jasa
terus saja bekerja di tengah ketidakpastian, diimpit egoisme mereka yang punya
kuasa. Kita tidak ingin berburuk sangka kepada Mendikbud. Namun, bukan mustahil
kurikulum 2013 dipaksakan karena ada dana berlimpah dalam pelaksanaannya. Sama
seperti program sertifikasi guru yang telah menghabiskan ratusan triliun
rupiah, tetapi tidak mengubah kualitas guru. (Editor MI 5 Des 2012) Untuk lebih jelasnya pada link "silakan unduh" di sebelah
kanan atas ada presentasi mengenai kurikulum baru, silakan mengunduh dan
membacanya dan masih banyak lagi dari situs lainnya.
0 komentar:
Posting Komentar